Sabtu, 19 November 2016

tugas 3

Contoh Kasus Pelanggaran Etika Profesi Akuntansi

1.    Kasus PT Muzatek Jaya 2004
Kasus pelanggaran atas Standar Profesional Akuntan Publik, muncul kembali. Menteri Keuangan langsung memberikan sanksi pembekuan.
Menkeu Sri Mulyani telah membekukan ijin AP (Akuntan Publik) Drs Petrus M. Winata dari KAP Drs. Mitra Winata dan Rekan selama 2 tahun yang terhitung sejak 15 Marit 2007, Kepala Biro Hubungan Masyaraket Dep. Keuangan, Samsuar Said saat siaran pers pada Selasa (27/3), menerangkan sanksi pembekuan dilakukan karena AP tersebut melakukan suatu pelanggaran atas SPAP (Standar Profesional Akuntan Publik). 
Pelanggaran tersebut berkaitan dengan pelaksanaan pemeriksaan audit terhadap Laporan Keuangan PT. Muzatek Jaya pada tahun buku 31 December 2004 yang dijalankan oleh Petrus. Dan selain itu Petrus juga melakukan pelanggaran terhadap pembatasan dalam penugasan audit yaitu Petrus malaksanakan audit umum terhadap Lap. keuangan PT. Muzatek Jaya dan PT. Luhur Arta Kencana serta kepada Apartement Nuansa Hijau mulai tahun buku 2001. hingga tahun 2004.

2.    Kasus PT KAI 2006
Komisaris PT KAI (Kereta Api Indonesia) mengungkapkan bahwa ada manipulasi laporan keuangan dalam PT KAI yang seharusnya perusahaan mengalami kerugian tetapi dilaporkan mendapatkan keuntungan.
“Saya mengetahui ada sejumlah pos-pos yang seharusnya dilaporkan sebagai beban bagi perusahaan tapi malah dinyatakan sebagai aset perusahaan, Jadi disini ada trik-trik akuntansi,” kata Hekinus Manao, salah satu Komisaris PT. KAI di Jakarta, Rabu.
Dia menyatakan, hingga saat ini dirinya tidak mau untuk menandatangani laporan keuangan tersebut karena adanya ketidak-benaran dalam laporan keuangan itu
“Saya tahu bahwa laporan yang sudah diperiksa akuntan publik, tidak wajar karena sedikit banyak saya mengerti ilmu akuntansi yang semestinya rugi tapi dibuat laba,” lanjutnya.
Karena tidak ada tanda-tangan dari satu komisaris PT KAI, maka RUPS (Rapat Umum Pemegang Saham) PT Kereta Api harus dipending yang seharusnya dilakukan pada awal Juli 2006.

3.    Kasus Kredit Macet BRI Cabang Jambi 2010
Kredit Macet Hingga Rp. 52 Miliar, Akuntan Publik Diduga Terlibat. Seorang akuntan publik yang menyusun laporan keuangan Raden Motor yang bertujuan mendapatkan hutang atau pinjaman modal senilai Rp. 52 miliar dari Bank Rakyat Indonesia (BRI) Cabang Jambi pada tahun 2009 diduga terlibat dalam kasus korupsi kredit macet. Terungkapnya hal ini setelah Kejati Provinsi Jambi mengungkap kasus tersebut pada kredit macet yang digunakan untuk pengembangan bisnis dibidang otomotif tersebut. Fitri Susanti, yang merupakan kuasa hukum tersangka Effendi Syam, pegawai BRI Cabang Jambi yang terlibat kasus tersebut, Selasa [18/5/2010] menyatakan, setelah klien-nya diperiksa dan dicocokkan keterangannya dengan para saksi-saksi, terungkap adaa dugaan keterlibatan dari Biasa Sitepu yang adalah sebagai akuntan publik pada kasus ini.
Hasil pemeriksaan yang kemudian dikonfrontir keterangan tersangka dengan para saksi Biasa Sitepu, terungkap ada terjadi kesalahan dalam pelaporan keuangan perusahaan Raden Motor dalam pengajuan pinjaman modal ke BRI Cabang Jambi.
Ada 4 aktivitas data pada laporan keuangan tersebut yang tidak disajikan dalam laporan oleh akuntan publik sehingga terjadi kesalahan dalam proses kreditnya dan ditemukan dugaan korupsi-nya
“Ada 4 aktivitas laporan keuangan Raden Motor yang tidak dimasukan kedalam laporan keuangan yang diajukan ke Bank BRI, hingga menjadi sebuah temuan serta kejanggalan dari pihak kejaksaan untuk mengungkap kasus kredit macet ini.” tegas Fitr. Keterangan serta fakta tsb. terungkap setelah tersangka Effendi Syam, diperiksa dan dibandingkan keterangannya dengan keterangan saksi Biasa Sitepu yang berperan sebagai akuntan publik dalam kasus ini di Kejati Jambi. Seharusmya data-data laporan keuangan Raden Motor yang diajukan harus lengkap, tetapi didalam laporan keuangan yang diberikan oleh tersangka Zein Muhamad sebagai pimpinan Raden Motor ada data-data yang diduga tidak disajikan dengan seharusnya dan tidak lengkap oleh akuntn publik.
Tersangka Effendi Syam berharap penyidik di Kejati Jambi bisa melaksanakan pemeriksaan dan mengungkap kasus secara adil dan menetapkan pihak pihak yang juga terlibat dalam kasus tersebut, sehingga semuanya terungkap. Sementara itu, penyidik Kejaksaan masih belum mau berkomentar lebih banyak atas temuan tersebut.
Kasus kredit macet itu terungkap, setelah pihak kejaksaan menerima laporan tentang adanya penyalah-gunaan kredit yang diajukan oleh tersangka Zein Muhamad sebagai pemilik Raden Motor. Sementara ini pihak Kejati Jambi masih menetapkan 2 tersangka, yaitu Zein Muhamad sebagai pemilik Raden Motor yang mengajukan kredit dan Effedi Syam dari pihak BRI cabang jambi sebagai pejabat yang menilai pengajuan sebuah kredit.

4.    Mulyana W Kusuma - Anggota KPU 2004
Kasus anggota KPU ini terjadi pada tahun 2004, Mulyana W Kusuma yan menjadi seorang anggota KPU (Komisi Pemilihan Umum) diduga telah menyuap anggota BPK (Badan Pemeriksa Keuangan) yang ketika itu melaksanakan audit keuangan terhadap pengadaan logistik pemilu. Logistik pemili tersebut berupa kotak suara, amplop suara, surat suara, tinta, serta tekhnologi informasi. Setelah pemeriksaan dilaksanakan, BPK meminta untuk dilakukan suatu penyempurnaan laporan. Setelah penyempurnaan laporan dilakukan, BPK menyatakan bahwa laporan yang dihasilkan lebih baik dari laporan sebelumnya, kecuali mengenai laporan teknologi informasi. Maka disepakati laporan akan dilakukan periksaan kembali satu (1) bulan setelahnya.
Setelah satu bulan terlewati ternyata laporannya tak kunjung selesai dan akhirnya diberikan tambahan waktu. Di saat penambahan waktu ini terdengar kabar mengenai penangkapan Mulyana W Kusuma. Dia ditangkap karena tuduhan akan melakukan tindakan penyuapan kepada salah satu anggota tim auditor dari BPK, yaitu Salman Khairiansyah. Tim KPK bekerja sama dengan pihak auditor BPK dalam penangkapan tersebut. Menurut Khoiriansyah, dia bersama Komisi Pemberantas Korupsi mencoba merangkap usaha penyuapan yang dilakukan oleh Mulyana menggunakan perekam gambar pada 2 kali pertemuan.
Penangkapan Mulyana ini akhirnya menimbulkan pro-kontra. Ada pihak yang memberikan pendapat Salman turut berjasa dalam mengungkap kasus ini, tetapi lain pihak memberikan pendapat Salman tak sewajarnya melakukan tindakan tersebut karena hal yang dilakukan itu melanggar kode etik.

5.    Kasus Malinda Dee – Citibank
Malinda Memalsukan Tandatangan Nasabah
Malinda Dee, 47 tahun, Terdakwa atas kasus pembobolan dana Citybank, terbukti diketahui memindahkan beberapa dana nasabah dengan memalsukan tandatangan nasabah didalam formulir transfer. Kejadian ini terungkap didalam dakwaan oleh Jaksa Penuntut Umum dalam sidang perdana di PN Jakarta Selatan, Selasa [8/11/2011]. "Sebagian tandatangan yang tertera pada blangko formulir transfer adalah tanda-tangan nasabah." ujar Tatang Sutarma, Jaksa Penuntut Umum.
Malinda berhasil memalsukan tandatangan Rohli bin Pateni. Pemalsuan dilakukan hingga 6 kali pada formulir transfer Citibank nomor AM 93712 yang bernilai 150.000 dollar AS pada tanggal 31 Agustus 2010. Pemalsuan tanda tangan dilakukan juga di formulir nomor AN 106244 yang dikirim ke PT. Eksklusif Jaya Perkasa sebesar Rp. 99 juta. Dalam transaksi transfer ini, Malinda  dee menulis "Pembayaran Bapak Rohli untuk pembayaran interior", pada kolom pesan.
Pemalsuan tanda tangan yang lain pada formulir nomor AN 86515 tanggal 23 Desember 2010 dengan penerima PT. Abadi Agung Utama. "Penerima Bank Artha Graha senilai Rp. 50 juta dan pada kolom pesan tertulis DP pembelian unit 3 lantei 33 combin unit." baca jaksa penuntut umum. Juga dengan menggunakan nama serta tanda-tangan palsu Rohli, Malinda Dee mengirim uang sebesar Rp. 250 juta pada formulir AN 86514 kepada PT. Samudera Asia Nasional tanggal 27 December 2010 dan AN 61489 sebesar nilai yang sama pada tanggal 26 January 2011. Pun pemalsuan dalam formulir AN 134280 pengiriman kepada Rocky Deany C. Umbas senilai Rp. 50 juta tanggal 28 January 2011 pembayaran pemasangan CCTV, milik Rohli.
Adapun tanda-tangan palsu beratas nama korban N. Susetyo Sutadji dilakukan sebanyak 5 kali, yaitu dalam formulir Citibank No AJ 79026, AM 122339, AM 122330, AM 122340, dan juga AN 110601. Malinda mengirim uang senilai Rp. 2 miliar kepada PT. Sarwahita Global Management, Rp. 361 juta kepada PT. Yafriro International, Rp. 700 juta kepada Leonard Tambunan. Dan 2 transaksi yang lain sebesar Rp. 500 juta dan Rp 150 juta dikirimkan kepada Vigor AW. Yoshuara secara berurutan.
"Hal ini telah sesuai dengan keterangan saksi Rohli dan N. Susetyo Sutadji dan saksi Surjati T. Budiman serta telah sesuai BAP (Berita Acara Pemeriksaan) Labaratoris Kriminalistis Bareskrim Polri." jelasnya. Pengiriman uang serta pemalsuan tanda-tangan ini tidak  di sadari oleh ke-2 nasabah tersebut. 

6.     KASUS  Bank LIPPO
Beberapa kasus yang hampir serupa juga terjadi di Indonesia, salah satunya adalah laporan keuangan ganda Bank Lippo pada tahun 2002. Kasus Lippo bermula dari adanya tiga versi laporan keuangan yang ditemukan oleh Bapepam untuk periode 30 September 2002, yang masing-masing berbeda. Laporan yang berbeda itu, pertama, yang diberikan kepada publik atau diiklankan melalui media massa pada 28 November 2002. Kedua, laporan ke BEJ pada 27 Desember 2002, dan ketiga, laporan yang disampaikan akuntan publik, dalam hal ini kantor akuntan publik Prasetio, Sarwoko dan Sandjaja dengan auditor Ruchjat Kosasih dan disampaikan kepada manajemen Bank Lippo pada 6 Januari 2003. Dari ketiga versi laporan keuangan tersebut yang benar-benar telah diaudit dan mencantumkan ”opini wajar tanpa pengecualian” adalah laporan yang disampaikan pada 6 Januari 2003. Dimana dalam laporan itu disampaikan adanya penurunan AYDA (agunan yang diambil alih) sebesar Rp 1,42 triliun, total aktiva Rp 22,8 triliun, rugi bersih sebesar Rp 1,273 triliun dan CAR sebesar 4,23 %. Untuk laporan keuangan yang diiklankan pada 28 November 2002 ternyata terdapat kelalaian manajemen dengan mencantumkan kata audit. Padahal laporan tersebut belum diaudit, dimana angka yang tercatat pada saat diiklankan adalah AYDA sebesar Rp 2,933 triliun, aktiva sebesar Rp 24,185 triliun, laba bersih tercatat Rp 98,77 miliar, dan CAR 24,77 %. Karena itu BAPEPAM menjatuhkan sanksi denda kepada jajaran direksi PT Bank Lippo Tbk. sebesar Rp 2,5 miliar, karena pencantuman kata diaudit€ dan €opini wajar tanpa pengecualia di laporan keuangan 30 September 2002 yang dipublikasikan pada 28 Nopember 2002, dan juga menjatuhkan sanksi denda sebesar Rp 3,5 juta kepada Ruchjat Kosasih selaku partner kantor akuntan publik (KAP) Prasetio, Sarwoko & Sandjaja karena keterlambatan penyampaian informasi penting mengenai penurunan AYDA Bank Lippo selama 35 hari. Kasus-kasus skandal diatas menyebabkan profesi akuntan beberapa tahun terakhir telah mengalami krisis kepercayaan. Hal itu mempertegas perlunya kepekaan profesi akuntan terhadap etika. Jones, et al. (2003) lebih memilih pendekatan individu terhadap kepedulian etika yang berbeda dengan pendekatan aturan seperti yang berdasarkan pada Sarbanes Oxley Act. Mastracchio (2005) menekankan bahwa kepedulian terhadap etika harus diawali dari kurikulum akuntansi, jauh sebelum mahasiswa akuntansi masuk di dunia profesi akuntansi. Dari kedua kasus di atas, dapat kita tarik kesimpulan bahwa dalam profesi akuntan terdapat masalah yang cukup pelik di mana di satu sisi para akuntan harus menunjukkan independensinya sebagai auditor dengan menyampaikan hasil audit ke masyarakat secara obyektif, tetapi di sisi lain mereka dipekerjakan dan dibayar oleh perusahaan yang tentunya memiliki kepentingan tersendiri.

7.    Kasus KAP Andersen dan Enron
Kasus KAP Andersen dan Enron terungkap saat Enron mendaftarkan kebangkrutannya ke pengadilan pada tanggal 2 Desember 2001. Saat itu terungkap, terdapat hutang perusahaan yang tidak dilaporkan, yang menyebabkan nilai investasi dan laba yang ditahan berkurang dalam jumlah yang sama. Sebelum kebangkrutan Enron terungkap, KAP Andersen mempertahankan Enron sebagai klien perusahaan, dengan memanipulasi laporan keuangan dan penghancuran dokumen atas kebangkrutan Enron, dimana sebelumnya Enron menyatakan bahwa pada periode pelaporan keuangan yang bersangkutan tersebut, perusahaan mendapatkan laba bersih sebesar $ 393, padahal pada periode tersebut perusahaan mengalami kerugian sebesar $ 644 juta yang disebabkan oleh transaksi yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan yang didirikan oleh Enron. Analisa :Â Pelanggaran etika dan prinsip profesi akuntansi telah dilanggar dalam kasus ini, yaitu pada prinsip pertama berupa pelanggaran tanggung jawab profesi untuk memelihara kepercayaan masyarakat pada jasa professional seorang akuntan. Prinsip kedua yaitu kepentingan publik juga telah dilanggar dalam kasus ini. Seorang akuntan seharusnya tidak hanya mementingkan kepentingan klien saja, tapi juga kepentingan publik.

8.      Kasus Sembilan KAP
Sembilan KAP yang diduga melakukan kolusi dengan kliennya Jakarta, 19 April 2001 .Indonesia Corruption Watch (ICW) meminta pihak kepolisian mengusut sembilan Kantor Akuntan Publik, yang berdasarkan laporan Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP), diduga telah melakukan kolusi dengan pihak bank yang pernah diauditnya antara tahun 1995-1997. Koordinator ICW Teten Masduki kepada wartawan di Jakarta, Kamis, mengungkapkan, berdasarkan temuan BPKP, sembilan dari sepuluh KAP yang melakukan audit terhadap sekitar 36 bank bermasalah ternyata tidak melakukan pemeriksaan sesuai dengan standar audit.    
Hasil audit tersebut ternyata tidak sesuai dengan kenyataannya sehingga akibatnya mayoritas bank-bank yang diaudit tersebut termasuk di antara bank-bank yang dibekukan kegiatan usahanya oleh pemerintah sekitar tahun 1999. Kesembilan KAP tersebut adalah AI & R, HT & M, H & R, JM & R, PU & R, RY, S & S, SD & R, dan RBT & R. “Dengan kata lain, kesembilan KAP itu telah menyalahi etika profesi. Kemungkinan ada kolusi antara kantor akuntan publik dengan bank yang diperiksa untuk memoles laporannya sehingga memberikan laporan palsu, ini jelas suatu kejahatan,” ujarnya. Karena itu, ICW dalam waktu dekat akan memberikan laporan kepada pihak kepolisian untuk melakukan pengusutan mengenai adanya tindak kriminal yang dilakukan kantor akuntan publik dengan pihak perbankan. ICW menduga, hasil laporan KAP itu bukan sekadar “human error” atau kesalahan dalam penulisan laporan keuangan yang tidak disengaja, tetapi kemungkinan ada berbagai penyimpangan dan pelanggaran yang dicoba ditutupi dengan melakukan rekayasa akuntansi. Teten juga menyayangkan Dirjen Lembaga Keuangan tidak melakukan tindakan administratif meskipun pihak BPKP telah menyampaikan laporannya, karena itu kemudian ICW mengambil inisiatif untuk mengekspos laporan BPKP ini karena kesalahan sembilan KAP itu tidak ringan. “Kami mencurigai, kesembilan KAP itu telah melanggar standar audit sehingga menghasilkan laporan yang menyesatkan masyarakat, misalnya mereka memberi laporan bank tersebut sehat ternyata dalam waktu singkat bangkrut. Ini merugikan masyarakat. Kita mengharapkan ada tindakan administratif dari Departemen Keuangan misalnya mencabut izin kantor akuntan publik itu,” tegasnya. Menurut Tetan, ICW juga sudah melaporkan tindakan dari kesembilan KAP tersebut kepada Majelis Kehormatan Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) dan sekaligus meminta supaya dilakukan tindakan etis terhadap anggotanya yang melanggar kode etik profesi akuntan.

9.      Kasus WorldCom.
WorldCom pada awalnya merupakan perusahaan penyedia layanan telpon jarak jauh. Selama tahun 90an perusahaan ini melakukan beberapa akuisisi terhadap perusahaan telekomunikasi lain yang kemudian meningkatkan pendapatnnya dari $152 juta pada tahun 1990 menjadi $392 milyar pada 2001, yang pada akhirnya menempatkan WorldCom pada posisi ke 42 dari 500 perusahaan lainnya menurut versi majalah fortune.

Pada tahun 1990 terjadi masalah fundamental ekonomi pada WorldCom 
yaitu terlalu besarnya kapasitas telekomunikasi. Masalah ini terjadi karena pada tahun 1998 Amerika mengalami resesi ekonomi sehingga permintaan terhadap infrastruktur internet berkurang drastis. Hal ini berimbas pada pendapatan WorldCom yang menurun drastis sehingga pendapatan ini jauh dari yang diharapkan.
Nilai pasar saham perusahaan Worldcom turun dari sekitar 150 milyar dollar  
(januari 2000) menjadi hanya sekitar $150 juta (1 juli 2002). Keadaan ini 
mebuatan pihak manajemen berusaha melakukan praktek-praktek akuntansi
untuk menghindari berita buruk tersebut.
Cara Manajemen WorldCom menggelembungkan angka:
·         Biaya jaringan yang telah dibayarkan pihak WorldCom kepada pihak
ketiga dipertanggungjawabkan dengan tidak benar. Dimana biaya jaringan
yang seharusnya dibebankan dalam laporan laba rugi, oleh perusahaan
dibebankan ke rekening modal.
·         Dana cadangan untuk beberapa biaya operasional dinaikkan oleh
perusahaan. Dengan praktik ini, WorldCom berhasil memanipulasI
keuntungannya sebesar $ 2 M.  Lalu Cynthia Cooper salah satu auditor
internal WorldCom merasa ada sesuatu yang tidak beres dengan pelaporan
keuangan yang terjadi pada perusahaan. Pada masa-masa itu WorldCom
menggunakan jasa perusahaan Arthur Andersen sebagai auditor eksternal
independen. Sedangkan Arthur Andersen sendiri terlilit skandal Enron tidak
lama yang lalu. Jadi bisa dibilang kredibilitas perusahaan Arthur Andersen
sendiri mulai dipertanyakan. Dan pada bulan Mei 2002 Cynthia Cooper
berhasil menemukan sebuah lubang pada laporan keuangan perusahaan
mereka.

10.              PRAKTIK MAFIA ANGGARAN JAKARTA, KOMPAS
Dewan Perwakilan Rakyat sulit diharapkan mau membongkar praktik mafia anggaran yang terjadi di lembaga tersebut dan melibatkan pejabat pemerintah. Partai politik dan politikusnya di DPR diuntungkan dengan kondisi tetap tak terungkapnya praktik mafia anggaran karena mereka mengandalkan pembiayaan politik dari transaksi haram seperti dalam kasus suap di Kementerian Pemuda dan Olahraga serta Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi. œSetidaknya di dua kasus, Kemenpora dan Kemenkertrans menjadi contoh konkret bahwa praktik mafia anggaran terus berjalan. Sulitnya kita berharap pada politikus untuk memberantas korupsi karena mereka juga terjebak pada agenda dan kepentingan pragmatis,€ kata Koordinator Divis Korupsi Politik Indonesia Corruption Watch (ICW) Abdullah Dahlan di Jakarta, Senin (12/9). Abdullah mencontohkan praktik mafia anggaran yang coba diungkap anggota DPR Wa Ode Nurhayati. Namun yang terjadi, Badan Kehormatan DPR justru memproses yang bersangkutan meskipun dia sebagai penyingkap aib (whistle blower). BK DPR tak pernah memeriksa pihak-pihak yang disebutkan Wa Ode. €œParpol dan politikusnya mengandalkan permodalan politik dari kongkalikong semacam ini, jadi sulit mereka mau mengungkap praktik mafia anggaran, kata Abdullah. Abdullah mengatakan, praktik mafia anggaran dimulai sejak perencanaan, misalnya dalam kasus dana percepatan infrastruktur daerah (DPID) di Kemnakertrans. Dalam perencanaan, orang di lingkaran menteri menawarkan beberapa daerah untuk mendapatkan program atau wilayah proyek DPID. €œTentunya dengan imblana fee tertentu,katanya. Koordinator Investigasi dan Advokasi Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) Uchok Sky Khadafi mengungkapkan, anggaran yang sudah disetujui DPR dalam kenyataannya tidak diberikan ke daerah secara gratis. Dalam kasus suap di Kemenpora dan Kemnakertrans, terlihat jelas DPR dan pemerintah saling mengambil uang dari anggaran yang seharusnya untuk daerah. €œHarus ada fee buat parlemen, sementara birokrat kita juga butuh duit . Keduanya saling membutuhkan. Pejabat di kementerian membutuhkan uang untuk biaya kenaikan pangkat dan upeti bagi atasan mereka. Menteri juga membutuhkan uang untuk membantu partai politiknya.



SUMBER :
http://praatiwii.blogspot.co.id/2014/11/contoh-kasus-etika-profesi-akuntansi.html
Diakses pada November, 19 jam 19.42
http://lhiyagemini.blogspot.co.id/2012/01/contoh-kasus-pelanggaran-etika-profesi.html
Diakses pada November, 19 jam 19.47
http://www.republika.co.id/berita/jurnalisme-warga/wacana/15/07/23/nrx7kl-skandal-akuntansi-toshiba-dan-tantangan-bisnis-lembaga-syariah-1
Diakses pada November, 19 jam 19:50
http://www.scribd.com/doc/40228705/KASUS-ENRON
Diakses pada November, 19 jam 19:53
http://tulisan-amalia.blogspot.com/2011/11/contoh-kasus-prinsip-etika-profesi.html
Diakses pada November, 19 jam 19:55
http://aininuraini06.blogspot.co.id/2014/11/pengertian-dan-contoh-kasus-etika.html
Diakses pada November, 19 jam 19:55
http://nichonotes.blogspot.co.id/2015/01/contoh-kasus-etika-profesi-akuntansi.html
Diakses pada November, 19 jam 19.59


Senin, 31 Oktober 2016

PRINSIP, ATURAN dan TANGGUNG JAWAB ETIKA PROFESI



1.       Prinsip-Prinsip Etika Profesi Akuntansi
·         Menurut AICPA
Kode Perilaku Profesional AICPA terdiri atas dua bagian:
a)       Prinsip-prinsip Perilaku Profesional (Principles of Profesionnal Conduct); menyatakan tindak – tanduk dan perilaku ideal.
b)        Aturan Perilaku (Rules of Conduct); menentukan standar minimum.

Enam Prinsip-prinsip Perilaku Profesional:

a)       Tanggung jawab: Dalam melaksanakan tanggung jawabnya sebagai profesional, anggota harus melaksanakan pertimbangan profesional dan moral dalam seluruh keluarga.
b)       Kepentingan publik: Anggota harus menerima kewajiban untuk bertindak dalam suatu cara yang akan melayani kepentingan publik, menghormati kepercayaan publik, dan menunjukkan komitmen pada profesionalisme.
c)       Integritas: Untuk mempertahankan dan memperluas keyakinan publik, anggota harus melaksanakan seluruh tanggung jawab profesional dengan perasaan integritas tinggi.
d)       Objektivitas dan Independesi: Anggota harus mempertahankan objektivitas dan bebas dari konflik penugasan dalam pelaksanaan tanggung jawab profesional.
e)       Kecermatan dan keseksamaan: Anggota harus mengamati standar teknis dan standar etik profesi.
f)        Lingkup dan sifat jasa: Anggota dalam praktik publik harus mengamati Prinsip prinsip Perilaku Profesional dalam menentukan lingkup dan sifat jasa yang akan diberikan.

·         Menurut IAI
Kode etik adalah sistem norma, nilai dan aturan profesional tertulis yang secara tegas menyatakan apa yang benar dan baik, dan apa yang tidak benar dan tidak baik bagi profesional. Kode Etik Ikatan Akuntan Indonesia adalah aturan perilaku, etika akuntan dalam memenuhi tanggung jawab profesionalnya

Aturan etika IAI-KASP memuat tujuh prinsip-prinsip dasar perilaku etis auditor dan empat panduan umum lainnya berkenaan dengan perilaku etis tersebut.

Ketujuh  prinsip  dasar  IAI tersebut  adalah:
a)    Integritas
Integritas berkaitan dengan profesi auditor yang dapat dipercaya karena menjunjung  tinggi  kebenaran  dan  kejujuran.  Integritas  tidak  hanya  berupa kejujuran tetapi juga sifat  dapat  dipercaya, bertindak  adil dan berdasarkan keadaan yang  sebenarnya. Hal ini  ditunjukkan oleh auditor ketika memunculkan keunggulan personal ketika  memberikan layanan profesional kepada  instansi  tempat  auditor  bekerja  dan  kepada  auditannya.
b)    Obyektivitas
Auditor yang obyektif adalah auditor yang tidak memihak sehingga independensi  profesinya dapat  dipertahankan. Dalam mengambil keputusan atau  tindakan,  ia  tidak   boleh  bertindak  atas  dasar  prasangka  atau  bias, pertentangan  kepentingan,  atau  pengaruh  dari  pihak  lain.  Obyektivitas  ini dipraktikkan ketika auditor mengambil  keputusan-keputusan dalam kegiatan auditnya. Auditor yang obyektif adalah auditor yang  mengambil keputusan berdasarkan seluruh bukti yang tersedia, dan bukannya karena pengaruh atau berdasarkan pendapat atau prasangka pribadi maupun tekanan dan pengaruh orang lain.
c)    Kompetensi dan Kehati-hatian
Agar dapat memberikan layanan audit yang berkualitas, auditor harus memiliki dan mempertahankan kompetensi dan ketekunan. Untuk itu auditor harus selalu meningkatkan pengetahuan dan keahlian profesinya pada tingkat yang  diperlukan  untuk  memastikan  bahwa  instansi  tempat  ia  bekerja  atau auditan   dapat menerima manfaat   dari   layanan   profesinya   berdasarkan pengembangan   praktik, ketentuan, danteknik-teknik yang    terbaru. Berdasarkan prinsip  dasar  ini,  auditor  hanya  dapat  melakukan  suatu  audit apabila ia memiliki kompetensi yang diperlukan atau  menggunakan bantuan tenaga  ahli yang   kompeten  untuk   melaksanakan  tugas-tugasnya   secara memuaskan.
d)         Kerahasiaan
Seorang akuntan professional harus menghormati kerahasian informasi yang diperoleh sebagai hasil dari hubungan bisnis professional dan bisnis tidak boleh mengungkapkan informasi tersebut kepada pihak ketiga, tanpa otoritas yang tepat dan spesifik kecuali ada hak hukum atau professional atau kewajiban untuk mengungkapkan. Informasi rahasi yang diperoleh sebagai hasil dari hubungan bisnis professional seharusnya tidak boleh digunakan untuk kepentingan pribadi para akuntan professional atau pihak ketiga.
e)         Ketepatan Bertindak
Auditor  harus  dapat  bertindak  konsisten  dalam  mempertahankan reputasi profesi serta lembaga profesi akuntan sektor publik dan menahan diri dari setiap tindakan yang dapat mendiskreditkan lembaga profesi atau dirinya sebagai  auditor  profesional.  Tindakan-tindakan yang tepat ini perlu dipromosikan melalui kepemimpinan dan keteladanan. Apabila auditor mengetahui ada auditor lain melakukan tindakan yang tidak benar, maka auditor tersebut harus mengambil langkah-langkah yang diperlukan  untuk melindungi masyarakat, profesi,  lembaga profesi,  instansi tempat ia bekerja dan anggota profesi lainnya dari tindakan-tindakan auditor lain yang tidak benar tersebut.
f)           Standar teknis dan professional
Auditor  harus  melakukan  audit  sesuai  dengan  standar  audit  yang berlaku, yang meliputi standar teknis dan profesional yang relevan. Standar ini ditetapkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia dan Pemerintah Republik Indonesia. Pada instansi-instansi audit publik,  terdapat juga standar audit yang mereka tetapkan dan  berlaku  bagi para auditornya,  termasuk  aturan perilaku  yang ditetapkan  oleh  instansi  tempat  ia  bekerja.  Dalam  hal  terdapat  perbedaan dan/atau pertentangan antara standar audit dan aturan profesi dengan standar audit  dan aturan  instansi,   maka  permasalahannya  dikembalikan  kepada masing-masing lembaga penyusun standar dan aturan tersebut.

·         Menurut IFAC
Prinsip-prinsip Fundamental Etika IFAC
a)       Integritas
Seorang akuntan profesiona harus bertindak tegas dan jujur dalam semua hubungan bisnis dan profesionalnya.
b)       Objektivitas
Seorang akuntan profesional seharusnya tidak boleh membiarkan terjadinya bias, konflik kepentingan, atau dibawah penguruh orang lain sehingga mengesampingkan pertimbangan bisnis dan profesional.
c)       Kompetensi profesional dan kehati-hatian
Seorang akuntan profesional mempunyai kewajiban untuk memelihara pengetahuan dan keterampilan profesional secara berkelanjutan pada tingkat yang dipelukan untuk menjamin seorang klien atau atasan menerima jasa profesional yang kompeten yang didasarkan atas perkembangan praktik, legislasi, dan teknik terkini. Seorang akntan profesional harus bekerja secara tekun serta mengikuti standar-standar profesional haus bekerja secara tekun serta mengikuti standar-standar profesional dan teknik yang berlaku dalam memberikan jasa profesional.
d)       Kerahasiaan
Seorang akuntan profesional harus menghormati kerhasiaan informasi yang diperolehnya sebagai hasil dari hubungan profesional dan bisnis serta tidak boleh mengungapkan informasi apa pun kepada pihak ketiga tanpa izin yng enar dan spesifik, kecuali terdapat kewajiban hukum atau terdapat hak profesional untuk mengungkapkannya.
e)       Perilaku Profesional
Seorang akuntan profesional harus patuh pada hukum dan perundang-undangan yang relevan dan harus menghindari tindakan yang dapat mendiskreditkan profesi.

2.        Aturan – Aturan dan Interpretasi  Etika Dalam Kode Etik Akuntansi
Interpretasi Aturan Etika merupakan interpretasi yang dikeluarkan oleh Badan yang dibentuk oleh Himpunan setelah memperhatikan tanggapan dari anggota, dan pihak – pihak berkepentingan lainnya, sebagai panduan dalam penerapan Aturan Etika, tanpa dimaksudkan untuk membatasi lingkup dan penerapannya. Pernyataan Etika Profesi yang berlaku saat ini dapat dipakai sebagai Interpretasi dan atau Aturan Etika sampai dikeluarkannya aturan dan interpretasi baru untuk menggantikannya.
·         Kepatuhan
Kepatuhan terhadap Kode Etik, seperti juga dengan semua standar dalam masyarakat terbuka, tergantung terutama sekali pada pemahaman dan tindakan sukarela anggota. Di samping itu, kepatuhan anggota juga ditentukan oleh adanya pemaksaan oleh sesama anggota dan oleh opini publik, dan pada akhirnya oleh adanya mekanisme pemrosesan pelanggaran Kode Etik oleh organisasi, apabila diperlukan, terhadap anggota yang tidak menaatinya. Jika perlu, anggota juga harus memperhatikan standar etik yang ditetapkan oleh badan pemerintahan yang mengatur bisnis klien atau menggunakan laporannya untuk mengevaluasi kepatuhan klien terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku.
·         Fungsi Etika
Sarana untuk memperoleh orientasi kritis berhadapan dengan berbagai moralitas yang membingungkan. Etika ingin menampilkan ketrampilan intelektual yaitu ketrampilan untuk berargumentasi secara rasional dan kritis. Orientasi etis ini diperlukan dalam mengabil sikap yang wajar dalam suasana pluralisme.

3.       Tanggung Jawab Sosial Kantor Akuntan Publik dalam Etika Profesi sebagai suatu Entitas Bisnis
Sebagai entitas bisnis layaknya entitas-entitas bisnis lain, Kantor Akuntan Publik juga dituntut untuk peduli dengan keadaan masyarakat, bukan hanya dalam bentuk uang dengan jalan memberikan sumbangan, melainkan lebih kompleks lagi yang artinya pada Kantor Akuntan Publik juga dituntut akan suatu tanggung jawab sosial kepada masyarakat. Namun, pada Kantor Akuntan Publik bentuk tanggung jawab sosial suatu lembaga bukanlah pemberian sumbangan atau pemberian layanan gratis. Tapi meliputi ciri utama dari profesi akuntan publik terutama sikap altruisme, yaitu mengutamakan kepentingan publik dan juga memperhatikan sesama akuntan publik dibanding mengejar laba.
Dalam melaksanakan tanggung jawabnya sebagai profesional, setiap anggota harus senantiasa menggunakan pertimbangan moral dan profesional dalam semua kegiatan yang dilakukannya. Sebagai profesional, anggota mempunyai peran penting dalam masyarakat. Sejalan dengan peran tersebut, anggota mempunyai tanggung jawab kepada semua pemakai jasa profesional mereka. Anggota juga harus selalu bertanggung jawab untuk bekerja sama dengan sesama anggota untuk mengembangkan profesi akuntansi, memelihara kepercayaan masyarakat dan menjalankan tanggung jawab profesi dalam mengatur dirinya sendiri. Usaha kolektif semua anggota diperlukan untuk memelihara dan meningkatkan tradisi profesi akuntan publik.

Sumber :
https://sariioktavia.wordpress.com/2015/11/24/kode-etik-profesi-akuntansi/
https://keyturns.wordpress.com/2015/11/14/perilaku-etika-dalam-profesi-akuntansi-kode-etik-profesi-akuntansi-etika-dalam-auditing/
https://sandyherdians.wordpress.com/2016/01/07/etika-dalam-kantor-akuntan-publik/