Contoh Kasus
Pelanggaran Etika Profesi Akuntansi
1.
Kasus PT Muzatek Jaya 2004
Kasus
pelanggaran atas Standar Profesional Akuntan Publik, muncul kembali. Menteri
Keuangan langsung memberikan sanksi pembekuan.
Menkeu
Sri Mulyani telah membekukan ijin AP (Akuntan Publik) Drs Petrus M. Winata dari
KAP Drs. Mitra Winata dan Rekan selama 2 tahun yang terhitung sejak 15 Marit
2007, Kepala Biro Hubungan Masyaraket Dep. Keuangan, Samsuar Said saat siaran
pers pada Selasa (27/3), menerangkan sanksi pembekuan dilakukan karena AP
tersebut melakukan suatu pelanggaran atas SPAP (Standar Profesional Akuntan
Publik).
Pelanggaran
tersebut berkaitan dengan pelaksanaan pemeriksaan audit terhadap Laporan
Keuangan PT. Muzatek Jaya pada tahun buku 31 December 2004 yang dijalankan oleh
Petrus. Dan selain itu Petrus juga melakukan pelanggaran terhadap pembatasan
dalam penugasan audit yaitu Petrus malaksanakan audit umum terhadap Lap.
keuangan PT. Muzatek Jaya dan PT. Luhur Arta Kencana serta kepada Apartement
Nuansa Hijau mulai tahun buku 2001. hingga tahun 2004.
2.
Kasus PT KAI 2006
Komisaris
PT KAI (Kereta Api Indonesia) mengungkapkan bahwa ada manipulasi laporan
keuangan dalam PT KAI yang seharusnya perusahaan mengalami kerugian tetapi
dilaporkan mendapatkan keuntungan.
“Saya
mengetahui ada sejumlah pos-pos yang seharusnya dilaporkan sebagai beban bagi
perusahaan tapi malah dinyatakan sebagai aset perusahaan, Jadi disini ada
trik-trik akuntansi,” kata Hekinus Manao, salah satu Komisaris PT. KAI di
Jakarta, Rabu.
Dia
menyatakan, hingga saat ini dirinya tidak mau untuk menandatangani laporan
keuangan tersebut karena adanya ketidak-benaran dalam laporan keuangan itu
“Saya
tahu bahwa laporan yang sudah diperiksa akuntan publik, tidak wajar karena
sedikit banyak saya mengerti ilmu akuntansi yang semestinya rugi tapi dibuat
laba,” lanjutnya.
Karena
tidak ada tanda-tangan dari satu komisaris PT KAI, maka RUPS (Rapat Umum
Pemegang Saham) PT Kereta Api harus dipending yang seharusnya dilakukan pada
awal Juli 2006.
3.
Kasus Kredit Macet BRI Cabang Jambi
2010
Kredit
Macet Hingga Rp. 52 Miliar, Akuntan Publik Diduga Terlibat. Seorang akuntan
publik yang menyusun laporan keuangan Raden Motor yang bertujuan mendapatkan
hutang atau pinjaman modal senilai Rp. 52 miliar dari Bank Rakyat Indonesia
(BRI) Cabang Jambi pada tahun 2009 diduga terlibat dalam kasus korupsi kredit
macet. Terungkapnya hal ini setelah Kejati Provinsi Jambi mengungkap kasus
tersebut pada kredit macet yang digunakan untuk pengembangan bisnis dibidang
otomotif tersebut. Fitri Susanti, yang merupakan kuasa hukum tersangka Effendi
Syam, pegawai BRI Cabang Jambi yang terlibat kasus tersebut, Selasa [18/5/2010]
menyatakan, setelah klien-nya diperiksa dan dicocokkan keterangannya dengan
para saksi-saksi, terungkap adaa dugaan keterlibatan dari Biasa Sitepu yang
adalah sebagai akuntan publik pada kasus ini.
Hasil
pemeriksaan yang kemudian dikonfrontir keterangan tersangka dengan para saksi
Biasa Sitepu, terungkap ada terjadi kesalahan dalam pelaporan keuangan
perusahaan Raden Motor dalam pengajuan pinjaman modal ke BRI Cabang Jambi.
Ada 4
aktivitas data pada laporan keuangan tersebut yang tidak disajikan dalam
laporan oleh akuntan publik sehingga terjadi kesalahan dalam proses kreditnya dan
ditemukan dugaan korupsi-nya
“Ada 4
aktivitas laporan keuangan Raden Motor yang tidak dimasukan kedalam laporan
keuangan yang diajukan ke Bank BRI, hingga menjadi sebuah temuan serta
kejanggalan dari pihak kejaksaan untuk mengungkap kasus kredit macet ini.”
tegas Fitr. Keterangan serta fakta tsb. terungkap setelah tersangka Effendi
Syam, diperiksa dan dibandingkan keterangannya dengan keterangan saksi Biasa
Sitepu yang berperan sebagai akuntan publik dalam kasus ini di Kejati Jambi.
Seharusmya data-data laporan keuangan Raden Motor yang diajukan harus lengkap,
tetapi didalam laporan keuangan yang diberikan oleh tersangka Zein Muhamad
sebagai pimpinan Raden Motor ada data-data yang diduga tidak disajikan dengan
seharusnya dan tidak lengkap oleh akuntn publik.
Tersangka
Effendi Syam berharap penyidik di Kejati Jambi bisa melaksanakan pemeriksaan
dan mengungkap kasus secara adil dan menetapkan pihak pihak yang juga terlibat
dalam kasus tersebut, sehingga semuanya terungkap. Sementara itu, penyidik
Kejaksaan masih belum mau berkomentar lebih banyak atas temuan tersebut.
Kasus
kredit macet itu terungkap, setelah pihak kejaksaan menerima laporan tentang
adanya penyalah-gunaan kredit yang diajukan oleh tersangka Zein Muhamad sebagai
pemilik Raden Motor. Sementara ini pihak Kejati Jambi masih menetapkan 2
tersangka, yaitu Zein Muhamad sebagai pemilik Raden Motor yang mengajukan
kredit dan Effedi Syam dari pihak BRI cabang jambi sebagai pejabat yang menilai
pengajuan sebuah kredit.
4.
Mulyana W Kusuma - Anggota KPU 2004
Kasus
anggota KPU ini terjadi pada tahun 2004, Mulyana W Kusuma yan menjadi seorang
anggota KPU (Komisi Pemilihan Umum) diduga telah menyuap anggota BPK (Badan
Pemeriksa Keuangan) yang ketika itu melaksanakan audit keuangan terhadap
pengadaan logistik pemilu. Logistik pemili tersebut berupa kotak suara, amplop
suara, surat suara, tinta, serta tekhnologi informasi. Setelah pemeriksaan
dilaksanakan, BPK meminta untuk dilakukan suatu penyempurnaan laporan. Setelah
penyempurnaan laporan dilakukan, BPK menyatakan bahwa laporan yang dihasilkan
lebih baik dari laporan sebelumnya, kecuali mengenai laporan teknologi
informasi. Maka disepakati laporan akan dilakukan periksaan kembali satu (1)
bulan setelahnya.
Setelah
satu bulan terlewati ternyata laporannya tak kunjung selesai dan akhirnya
diberikan tambahan waktu. Di saat penambahan waktu ini terdengar kabar mengenai
penangkapan Mulyana W Kusuma. Dia ditangkap karena tuduhan akan melakukan
tindakan penyuapan kepada salah satu anggota tim auditor dari BPK, yaitu Salman
Khairiansyah. Tim KPK bekerja sama dengan pihak auditor BPK dalam penangkapan
tersebut. Menurut Khoiriansyah, dia bersama Komisi Pemberantas Korupsi mencoba
merangkap usaha penyuapan yang dilakukan oleh Mulyana menggunakan perekam
gambar pada 2 kali pertemuan.
Penangkapan
Mulyana ini akhirnya menimbulkan pro-kontra. Ada pihak yang memberikan pendapat
Salman turut berjasa dalam mengungkap kasus ini, tetapi lain pihak memberikan
pendapat Salman tak sewajarnya melakukan tindakan tersebut karena hal yang
dilakukan itu melanggar kode etik.
5.
Kasus Malinda Dee – Citibank
Malinda
Memalsukan Tandatangan Nasabah
Malinda
Dee, 47 tahun, Terdakwa atas kasus pembobolan dana Citybank, terbukti diketahui
memindahkan beberapa dana nasabah dengan memalsukan tandatangan nasabah didalam
formulir transfer. Kejadian ini terungkap didalam dakwaan oleh Jaksa Penuntut
Umum dalam sidang perdana di PN Jakarta Selatan, Selasa [8/11/2011]. "Sebagian
tandatangan yang tertera pada blangko formulir transfer adalah tanda-tangan
nasabah." ujar Tatang Sutarma, Jaksa Penuntut Umum.
Malinda
berhasil memalsukan tandatangan Rohli bin Pateni. Pemalsuan dilakukan hingga 6
kali pada formulir transfer Citibank nomor AM 93712 yang bernilai 150.000
dollar AS pada tanggal 31 Agustus 2010. Pemalsuan tanda tangan dilakukan juga
di formulir nomor AN 106244 yang dikirim ke PT. Eksklusif Jaya Perkasa sebesar
Rp. 99 juta. Dalam transaksi transfer ini, Malinda dee menulis "Pembayaran Bapak Rohli
untuk pembayaran interior", pada kolom pesan.
Pemalsuan
tanda tangan yang lain pada formulir nomor AN 86515 tanggal 23 Desember 2010
dengan penerima PT. Abadi Agung Utama. "Penerima Bank Artha Graha senilai
Rp. 50 juta dan pada kolom pesan tertulis DP pembelian unit 3 lantei 33 combin
unit." baca jaksa penuntut umum. Juga dengan menggunakan nama serta
tanda-tangan palsu Rohli, Malinda Dee mengirim uang sebesar Rp. 250 juta pada
formulir AN 86514 kepada PT. Samudera Asia Nasional tanggal 27 December 2010
dan AN 61489 sebesar nilai yang sama pada tanggal 26 January 2011. Pun
pemalsuan dalam formulir AN 134280 pengiriman kepada Rocky Deany C. Umbas
senilai Rp. 50 juta tanggal 28 January 2011 pembayaran pemasangan CCTV, milik
Rohli.
Adapun
tanda-tangan palsu beratas nama korban N. Susetyo Sutadji dilakukan sebanyak 5
kali, yaitu dalam formulir Citibank No AJ 79026, AM 122339, AM 122330, AM
122340, dan juga AN 110601. Malinda mengirim uang senilai Rp. 2 miliar kepada
PT. Sarwahita Global Management, Rp. 361 juta kepada PT. Yafriro International,
Rp. 700 juta kepada Leonard Tambunan. Dan 2 transaksi yang lain sebesar Rp. 500
juta dan Rp 150 juta dikirimkan kepada Vigor AW. Yoshuara secara berurutan.
"Hal
ini telah sesuai dengan keterangan saksi Rohli dan N. Susetyo Sutadji dan saksi
Surjati T. Budiman serta telah sesuai BAP (Berita Acara Pemeriksaan)
Labaratoris Kriminalistis Bareskrim Polri." jelasnya. Pengiriman uang
serta pemalsuan tanda-tangan ini tidak
di sadari oleh ke-2 nasabah tersebut.
6.
KASUS Bank
LIPPO
Beberapa
kasus yang hampir serupa juga terjadi di Indonesia, salah satunya adalah
laporan keuangan ganda Bank Lippo pada tahun 2002. Kasus Lippo bermula dari
adanya tiga versi laporan keuangan yang ditemukan oleh Bapepam untuk periode 30
September 2002, yang masing-masing berbeda. Laporan yang berbeda itu, pertama,
yang diberikan kepada publik atau diiklankan melalui media massa pada 28
November 2002. Kedua, laporan ke BEJ pada 27 Desember 2002, dan ketiga, laporan
yang disampaikan akuntan publik, dalam hal ini kantor akuntan publik Prasetio,
Sarwoko dan Sandjaja dengan auditor Ruchjat Kosasih dan disampaikan kepada
manajemen Bank Lippo pada 6 Januari 2003. Dari ketiga versi laporan keuangan
tersebut yang benar-benar telah diaudit dan mencantumkan âopini wajar tanpa pengecualianâ adalah laporan yang disampaikan pada
6 Januari 2003. Dimana dalam laporan itu disampaikan adanya penurunan AYDA
(agunan yang diambil alih) sebesar Rp 1,42 triliun, total aktiva Rp 22,8
triliun, rugi bersih sebesar Rp 1,273 triliun dan CAR sebesar 4,23 %. Untuk
laporan keuangan yang diiklankan pada 28 November 2002 ternyata terdapat
kelalaian manajemen dengan mencantumkan kata audit. Padahal laporan tersebut
belum diaudit, dimana angka yang tercatat pada saat diiklankan adalah AYDA
sebesar Rp 2,933 triliun, aktiva sebesar Rp 24,185 triliun, laba bersih
tercatat Rp 98,77 miliar, dan CAR 24,77 %. Karena itu BAPEPAM menjatuhkan
sanksi denda kepada jajaran direksi PT Bank Lippo Tbk. sebesar Rp 2,5 miliar,
karena pencantuman kata diaudit dan opini wajar tanpa pengecualia di laporan keuangan 30
September 2002 yang dipublikasikan pada 28 Nopember 2002, dan juga menjatuhkan
sanksi denda sebesar Rp 3,5 juta kepada Ruchjat Kosasih selaku partner kantor
akuntan publik (KAP) Prasetio, Sarwoko & Sandjaja karena keterlambatan
penyampaian informasi penting mengenai penurunan AYDA Bank Lippo selama 35
hari. Kasus-kasus skandal diatas menyebabkan profesi akuntan beberapa tahun
terakhir telah mengalami krisis kepercayaan. Hal itu mempertegas perlunya
kepekaan profesi akuntan terhadap etika. Jones, et al. (2003) lebih memilih
pendekatan individu terhadap kepedulian etika yang berbeda dengan pendekatan
aturan seperti yang berdasarkan pada Sarbanes Oxley Act. Mastracchio (2005)
menekankan bahwa kepedulian terhadap etika harus diawali dari kurikulum
akuntansi, jauh sebelum mahasiswa akuntansi masuk di dunia profesi akuntansi.
Dari kedua kasus di atas, dapat kita tarik kesimpulan bahwa dalam profesi
akuntan terdapat masalah yang cukup pelik di mana di satu sisi para akuntan
harus menunjukkan independensinya sebagai auditor dengan menyampaikan hasil
audit ke masyarakat secara obyektif, tetapi di sisi lain mereka dipekerjakan
dan dibayar oleh perusahaan yang tentunya memiliki kepentingan tersendiri.
7.
Kasus KAP Andersen dan Enron
Kasus
KAP Andersen dan Enron terungkap saat Enron mendaftarkan kebangkrutannya ke
pengadilan pada tanggal 2 Desember 2001. Saat itu terungkap, terdapat hutang
perusahaan yang tidak dilaporkan, yang menyebabkan nilai investasi dan laba
yang ditahan berkurang dalam jumlah yang sama. Sebelum kebangkrutan Enron
terungkap, KAP Andersen mempertahankan Enron sebagai klien perusahaan, dengan
memanipulasi laporan keuangan dan penghancuran dokumen atas kebangkrutan Enron,
dimana sebelumnya Enron menyatakan bahwa pada periode pelaporan keuangan yang
bersangkutan tersebut, perusahaan mendapatkan laba bersih sebesar $ 393,
padahal pada periode tersebut perusahaan mengalami kerugian sebesar $ 644 juta
yang disebabkan oleh transaksi yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan yang
didirikan oleh Enron. Analisa :Â Pelanggaran etika dan prinsip profesi
akuntansi telah dilanggar dalam kasus ini, yaitu pada prinsip pertama berupa
pelanggaran tanggung jawab profesi untuk memelihara kepercayaan masyarakat pada
jasa professional seorang akuntan. Prinsip kedua yaitu kepentingan publik juga
telah dilanggar dalam kasus ini. Seorang akuntan seharusnya tidak hanya
mementingkan kepentingan klien saja, tapi juga kepentingan publik.
8.
Kasus Sembilan KAP
Sembilan
KAP yang diduga melakukan kolusi dengan kliennya Jakarta, 19 April 2001 .Indonesia Corruption Watch (ICW) meminta
pihak kepolisian mengusut sembilan Kantor Akuntan Publik, yang berdasarkan
laporan Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP), diduga telah melakukan
kolusi dengan pihak bank yang pernah diauditnya antara tahun 1995-1997.
Koordinator ICW Teten Masduki kepada wartawan di Jakarta, Kamis, mengungkapkan,
berdasarkan temuan BPKP, sembilan dari sepuluh KAP yang melakukan audit
terhadap sekitar 36 bank bermasalah ternyata tidak melakukan pemeriksaan sesuai
dengan standar audit.
Hasil
audit tersebut ternyata tidak sesuai dengan kenyataannya sehingga akibatnya
mayoritas bank-bank yang diaudit tersebut termasuk di antara bank-bank yang
dibekukan kegiatan usahanya oleh pemerintah sekitar tahun 1999. Kesembilan KAP
tersebut adalah AI & R, HT & M, H & R, JM & R, PU & R, RY,
S & S, SD & R, dan RBT & R. “Dengan kata lain, kesembilan KAP itu
telah menyalahi etika profesi. Kemungkinan ada kolusi antara kantor akuntan
publik dengan bank yang diperiksa untuk memoles laporannya sehingga memberikan
laporan palsu, ini jelas suatu kejahatan,” ujarnya. Karena itu, ICW dalam waktu
dekat akan memberikan laporan kepada pihak kepolisian untuk melakukan
pengusutan mengenai adanya tindak kriminal yang dilakukan kantor akuntan publik
dengan pihak perbankan. ICW menduga, hasil laporan KAP itu bukan sekadar “human
error” atau kesalahan dalam penulisan laporan keuangan yang tidak disengaja,
tetapi kemungkinan ada berbagai penyimpangan dan pelanggaran yang dicoba
ditutupi dengan melakukan rekayasa akuntansi. Teten juga menyayangkan Dirjen
Lembaga Keuangan tidak melakukan tindakan administratif meskipun pihak BPKP
telah menyampaikan laporannya, karena itu kemudian ICW mengambil inisiatif
untuk mengekspos laporan BPKP ini karena kesalahan sembilan KAP itu tidak
ringan. “Kami mencurigai, kesembilan KAP itu telah melanggar standar audit
sehingga menghasilkan laporan yang menyesatkan masyarakat, misalnya mereka
memberi laporan bank tersebut sehat ternyata dalam waktu singkat bangkrut. Ini
merugikan masyarakat. Kita mengharapkan ada tindakan administratif dari
Departemen Keuangan misalnya mencabut izin kantor akuntan publik itu,”
tegasnya. Menurut Tetan, ICW juga sudah melaporkan tindakan dari kesembilan KAP
tersebut kepada Majelis Kehormatan Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) dan sekaligus
meminta supaya dilakukan tindakan etis terhadap anggotanya yang melanggar kode
etik profesi akuntan.
9.
Kasus WorldCom.
WorldCom pada awalnya merupakan perusahaan penyedia
layanan telpon jarak jauh. Selama tahun 90an perusahaan ini melakukan beberapa
akuisisi terhadap perusahaan telekomunikasi lain yang kemudian meningkatkan
pendapatnnya dari $152 juta pada tahun 1990 menjadi $392 milyar pada 2001, yang
pada akhirnya menempatkan WorldCom pada posisi ke 42 dari 500 perusahaan
lainnya menurut versi majalah fortune.
Pada tahun 1990 terjadi masalah fundamental ekonomi
pada WorldCom
yaitu terlalu besarnya kapasitas telekomunikasi. Masalah ini terjadi karena
pada tahun 1998 Amerika mengalami resesi ekonomi sehingga permintaan terhadap
infrastruktur internet berkurang drastis. Hal ini berimbas pada pendapatan
WorldCom yang menurun drastis sehingga pendapatan ini jauh dari yang
diharapkan.
Nilai pasar saham perusahaan
Worldcom turun dari sekitar 150 milyar dollar
(januari 2000) menjadi hanya sekitar
$150 juta (1 juli 2002). Keadaan ini
mebuatan pihak manajemen berusaha
melakukan praktek-praktek akuntansi
untuk menghindari berita buruk
tersebut.
Cara Manajemen WorldCom
menggelembungkan angka:
·
Biaya jaringan yang telah dibayarkan pihak WorldCom kepada pihak
ketiga dipertanggungjawabkan dengan
tidak benar. Dimana biaya jaringan
yang seharusnya dibebankan dalam
laporan laba rugi, oleh perusahaan
dibebankan ke rekening modal.
·
Dana cadangan untuk beberapa biaya operasional dinaikkan oleh
perusahaan. Dengan praktik ini,
WorldCom berhasil memanipulasI
keuntungannya sebesar $ 2 M. Lalu
Cynthia Cooper salah satu auditor
internal WorldCom merasa ada sesuatu
yang tidak beres dengan pelaporan
keuangan yang terjadi pada perusahaan.
Pada masa-masa itu WorldCom
menggunakan jasa perusahaan Arthur
Andersen sebagai auditor eksternal
independen. Sedangkan Arthur
Andersen sendiri terlilit skandal Enron tidak
lama yang lalu. Jadi bisa dibilang
kredibilitas perusahaan Arthur Andersen
sendiri mulai dipertanyakan. Dan
pada bulan Mei 2002 Cynthia Cooper
berhasil menemukan sebuah lubang
pada laporan keuangan perusahaan
mereka.
10.
PRAKTIK MAFIA ANGGARAN JAKARTA, KOMPAS
Dewan Perwakilan Rakyat sulit diharapkan mau
membongkar praktik mafia anggaran yang terjadi di lembaga tersebut dan
melibatkan pejabat pemerintah. Partai politik dan politikusnya di DPR
diuntungkan dengan kondisi tetap tak terungkapnya praktik mafia anggaran karena
mereka mengandalkan pembiayaan politik dari transaksi haram seperti dalam kasus
suap di Kementerian Pemuda dan Olahraga serta Kementerian Tenaga Kerja dan
Transmigrasi. Setidaknya di dua kasus, Kemenpora dan Kemenkertrans
menjadi contoh konkret bahwa praktik mafia anggaran terus berjalan. Sulitnya
kita berharap pada politikus untuk memberantas korupsi karena mereka juga
terjebak pada agenda dan kepentingan pragmatis, kata Koordinator Divis
Korupsi Politik Indonesia Corruption Watch (ICW) Abdullah Dahlan di Jakarta,
Senin (12/9). Abdullah mencontohkan praktik mafia anggaran yang coba diungkap
anggota DPR Wa Ode Nurhayati. Namun yang terjadi, Badan Kehormatan DPR justru
memproses yang bersangkutan meskipun dia sebagai penyingkap aib (whistle blower).
BK DPR tak pernah memeriksa pihak-pihak yang disebutkan Wa Ode. Parpol
dan politikusnya mengandalkan permodalan politik dari kongkalikong semacam ini,
jadi sulit mereka mau mengungkap praktik mafia anggaran, kata Abdullah. Abdullah mengatakan, praktik mafia
anggaran dimulai sejak perencanaan, misalnya dalam kasus dana percepatan
infrastruktur daerah (DPID) di Kemnakertrans. Dalam perencanaan, orang di
lingkaran menteri menawarkan beberapa daerah untuk mendapatkan program atau
wilayah proyek DPID. Tentunya dengan imblana fee tertentu,katanya.
Koordinator Investigasi dan Advokasi Forum Indonesia untuk Transparansi
Anggaran (Fitra) Uchok Sky Khadafi mengungkapkan, anggaran yang sudah disetujui
DPR dalam kenyataannya tidak diberikan ke daerah secara gratis. Dalam kasus
suap di Kemenpora dan Kemnakertrans, terlihat jelas DPR dan pemerintah saling
mengambil uang dari anggaran yang seharusnya untuk daerah. Harus
ada fee buat parlemen, sementara birokrat kita juga butuh duit . Keduanya
saling membutuhkan. Pejabat di kementerian membutuhkan uang untuk biaya
kenaikan pangkat dan upeti bagi atasan mereka. Menteri juga membutuhkan uang
untuk membantu partai politiknya.
SUMBER :
http://praatiwii.blogspot.co.id/2014/11/contoh-kasus-etika-profesi-akuntansi.html
Diakses pada November, 19 jam 19.42
http://lhiyagemini.blogspot.co.id/2012/01/contoh-kasus-pelanggaran-etika-profesi.html
Diakses pada November, 19 jam 19.47
http://www.republika.co.id/berita/jurnalisme-warga/wacana/15/07/23/nrx7kl-skandal-akuntansi-toshiba-dan-tantangan-bisnis-lembaga-syariah-1
Diakses pada November, 19 jam 19:50
http://www.scribd.com/doc/40228705/KASUS-ENRON
Diakses pada November, 19 jam 19:53
http://tulisan-amalia.blogspot.com/2011/11/contoh-kasus-prinsip-etika-profesi.html
Diakses pada November, 19 jam 19:55
http://aininuraini06.blogspot.co.id/2014/11/pengertian-dan-contoh-kasus-etika.html
Diakses pada November, 19 jam 19:55
http://nichonotes.blogspot.co.id/2015/01/contoh-kasus-etika-profesi-akuntansi.html
Diakses pada November, 19 jam 19.59